Peran Guru BK
Polisi
sekolah, Itu adalah image yang sering disandang oleh seorang konselor
sekolah. Walaupun itu tidak benar. Namun masyarakat sekolah sudah salah
kaprah memandang profesi yang satu ini. Jika seorang siswa dipanggil
keruangan BK, maka perasaan bersalah dan bingung sudah melanda.
Kesalahan apa yang diperbuat sisiswa sampai dipanggil keruang BK. Ruang
BK ibarat ruang pengadilan yang akan menghakimi dan memakan
mentah-mentah setiap siswa yang masuk kesana. Seperti masuk penjagalan
saja. Guru BK-nya biasanya adalah seorang ibu yang sudah berumur lanjut,
cerewet, dan suka menghakimi. Siapa saja yang masuk ruang BK, pasti
akan kena masalah. Stigma negative selalu bersarang di ruang menyeramkan
itu.
Kalau
selama ini konselor sekolah hanya terjebak dengan tugas-tugas
administrasi, misalnya mencatat yang bolos sekolah, terlambat, siswa
yang nakal dan bermasalah. Seharusnya banyak pekerjaan yang lebih utama
yang bias dikerjakan oleh seorang konselor. Mungkin beberapa hal diatas
juga dijalankan sebagai teknis untuk mengetahui kondisi termutakhir
siswa (database), namun ada hal-hal yang lebih besar yang bias dilakukan
oleh konselor.
Konselor
sekolah juga sesungguhnya menjalankan fungsi yang sama seperti Manajer
Personalia dalam lingkup sekolah. Tugasnya tidak semata-mata
mencari-cari kesalahan siswa lalu menceramahi habis-habisan, lalu
berharap sisiswa mengakui kesalahan dan bertaubat dari salahnya. Saya
katakana dengan lantang TAK HANYA ITU. Ada peran penting yang selama ini
jarang digarap oleh sekolah-sekolah pada umumnya. Peran personalia yang
bias dikerjakan oleh konselor sekolah. Konselor sekolah bekerja
bersama-sama dengan bagian kesiswaan dan semua guru untuk membuat system
dan mekanisme “Pembentukan Karakter Siswa”. Membentuk masyarakat
sekolah yang madani, berbasis karakter dan kompetensi. Sekolah
seharusnya membiarkan konselor menjalankan fungsi-fungsi personalia-nya
agar dapat berfokus pada pengembangan diri para siswa, guru dan civitas
akademika yang lain. Sekolah sering membatasi kreativitas dan inovasi
kinerja sang konselor dalam menciptakan masyarakat sekolah yang lebih
berkualitas. Kalau fungsi konselor sekolah disejajarkan dengan
personalia, maka akan ada lompatan kemajuan yang akan terjadi di
sekolah.
Sekolah
seharusnya mampu melahirkan pemimpin-pemimpin masa depan yang memiliki
pemahaman yang komprehensif, integritas dan kredibilitas yang tinggi,
berkepribadian matang, moderat, serta peduli terhadap kehidupan bangsa
dan negara. Namun, saat ini sekolah masih terkotak dengan hal-hal
akademis saja. Untuk menciptakan pemimpin-pemimpin masa depan, sekolah
harus berani dan mengevaluasi kembali kurikulum pembelajaran yang saat
ini diberikan kepada siswa. Nah, tugas besar seorang konselor adalah
menjadi actor sekaligus supervisor kualitas personil di sekolah. Garis
besar pembentukan siswa unggulan ini meliputi :
1. Merumuskan
dan melaksanakan program pembinaan terpadu yang meliputi pembangunan
mental spiritual, pengembangan diri, peningkatan kemampuan akademik,
perencanaan masa depan, pengembangan wawasan ekonomi – social – politik –
ilmu pengetahuan - teknologi, dan keterampilan journalistik.
2. Membuat
dan melaksanakan sistem yang mendukung program pembinaan terpadu yang
terdiri dari system pengelolaan administrasi dan manajemen institusi
serta system pembinaan formal sekolah dan non formal (diluar sekolah,
dirumah).
3. Melakukan
kerja sama dan membangun jaringan dengan pihak-pihak dan institusi -
institusi lain yang memiliki kepedulian terhadap pembinaan sumber daya
manusia agar tercipta akselerasi dan sinergi.
Diperkirakan delapan criteria keberhasilan siswa unggulan, tersebut adalah:
1. Mampu
menjadi pemimpin yang memiliki pemahaman Islam yang komprehensif,
integritas dan kredibilitas yang tinggi, berkepribadian matang, moderat,
serta peduli terhadap kehidupan bangsa dan negara.
2. Mampu meningkatkan prestasi akademik.
3. Berkiprah secara aktif dalam berbagai kegiatan dan organisasi sekolah dan masyarakat.
4. Mampu menuliskan opininya terhadap permasalahan masyarakat dalam media - media pers dan komunikasi.
5. Mampu membuat dan membina jaringan kerja yang kokoh dan luas.
6. Mampu melahirkan kreasi dan karya nyata yang bermanfaat bagi masyarakat.
7. Berperan aktif dan memimpin di sekolah dan masyarakat sesuai dengan kompetensinya.
8. Mampu mengembangkan dirinya secara terus menerus.
Dalam
diskusi – diskusi terbaru mengenai kualitas seluruh personil sekolah,
menyebutkan bahwa tugas konselor sekolah (Guru BK) sangatlah dominan.
Konselor sekolah dituntut untuk dapat menjalankan peran – peran ke – SDM
- an dengan maksimal. Melihat besarnya manfaat dan peran konselor
sekolah, maka saya sekali lagi menegaskan bahwa konselor sekolah
bukanlah polisi sekolah namun personalia sekolah. Dari pengalaman saya
ketika observasi kesekolah dan langsung mewawancarai seorang guru BK,
yang dikatakannya bahwa seorang konselor sekolah dituntut untuk lebih
dari sekadar menangani siswa yang bermasalah, juga harus berani dan bias
meng-handle guru-guru yang bermasalah. Tak jarang masalah - masalah
yang timbul di sekolah diakibatkan dari pihak gurunya, bukan siswanya.
Bukankah kualitas siswa juga sebagian besar ditentukan oleh kualitas
guru. Semakin berkualitas guru-guru di sekolah, maka kemungkinan besar
akan meningkatkan kualitas siswanya. Oleh karenaitu, di setiap sekolah
dan lembaga pendidikan wajib ada konselor sekolahnya.Di Amerika
misalnya, konselor sekolah sudah ada sejak di level pre-school, children
kinder garten dan elementary school (Playgroup, TK dan SD).
Segitiga
personil yang melingkupi siswa adalah siswanya sendiri, guru, dan orang
tua dan masyarakat. Pertama, sekolah perlu membuat system pengembangan
diri bagi siswa seperti yang saya terangkan diatas. Mengaca dari
criteria keberhasilan diatas, kita dapat menggunakan berbagai program
dan metode penyampaiannya. Pelatihan, seminar, diskusi, klub atau
ekskul, praktek di organisasi sekolah (IRM atau OSIS), maupun bimbingan
dan konseling ketika ada masalah yang timbul di tengah proses
pembelajaran di sekolah. Kedua, mencetak dan memfasilitasi guru-guru
agar lebih berkualitas dari hari kehari. Tak hanya siswa yang perlu
dibuatkan kurikulum, ternyata guru-guru juga perlu dibuatkan kurikulum.
Ketiga, keluarga yang mendukung dan harmonis. Tak bias disangkal bahwa
keluarga yang harmonis memberikan dampak 99% bagi kualitas akademis dan
prestasi siswa di sekolah. Beberapa data menyebutkan, siswa-siswa yang
berprestasi sangat rendah dan bermasalah di sekolah adalah berasal dari
keluarga yang kurang harmonis alias bermasalah. Di sini peran konselor
sangat dibutuhkan untuk membantu menciptakan lingkungan rumah yang
harmonis dan nyaman bagi siswa. Mungkin mirip acara Mommy 911-nya Metro
TV yang mana seorang konselor akan dating kerumah dan menjalankan misi
perbaikan dengan cara – cara professional layaknya seorang psikolog.
Bagi sekolah - sekolah non boarding (tidak berasrama), waktu
siswa di Sekolah ternyata lebih banyak dari pada di rumah. Maka,
kondisi rumah yang berantakan dan orang tua yang sering bertengkar
jelasakan mempengaruhi mood belajar dan psikologis siswa. Beberapa
sekolah menjembatani komunikasi antara sekolah dengan orang tua dengan
membentuk semacam forum komunikasi sekolah dengan keluarga, “Ikatan
Orang tua Siswa”. Konselor tugasnya memfasilitasi dialog dari dan ke
orang tua. Bisa berbentuk seminar, dialog, kunjungan kerumah, brosur
untuk orang tua. Keempat, menciptakan masyarakat yang islami. Untuk
mencetak masyarakat yang lebih cerdas dan tinggi tingkat
spiritualitasnya, siswa-siswa kita diharapkan mampu menjadi aktor di
lingkungan mereka sehari-hari. Disana siswa-siswa kita mendapatkan
tantangan yang sesungguhnya. Sebenarnya, tugas sekolah adalah
mempersiapkan agar siswa-siswanya agar mampu berkiprah dan memberikan
manfaat sebesar-besarnya ketika selesai dari sekolah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar